FENOMENA KEMISKINAN DI MALUKU

        Hampir setiap negara menghadapi masalah besar berupa kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kemiskinan adalah masalah kompleks yang mempengaruhi banyak faktor di semua negara. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan kemiskinan sebagai orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi dasar. Kemiskinan akan menjadi semakin rumit apabila tidak segera diatasi dan dibiarkan terus menurus hingga akhirnya amukan rakyat yang tidak tahan hidup dalam kemiskinan dapat menimbulkan permasalahan yang lehih besar pada kondisi politik dan sosial (Tambunan, 2016). Banyak upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan baik di tingkat global maupun nasional. Pentingnya pengentasan kemiskinan telah disepakati oleh negara-negara anggota PBB sebagai salah satu agenda pembangunan berkelanjutan 2030 yang terdapat pada poin pertama Sustainable Development Goal's (SDGs) yakni No Poverty (pengentasan kemiskinan). Tujuan ini sedang dilaksanakan di semua negara, termasuk salah satunya adalah di Indonesia.

        Dapat terlihat pada Gambar 1, Indonesia telah mengalami penurunan angka kemiskinan Indonesia pada tahun-tahun belakangan ini. Data menunjukkan persentase kemiskinan Indonesia menurun setiap tahunnya dari angka 11,96% pada tahun 2012 menjadi 9,41% pada tahun 2019. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya dalam berbagai sektor untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.

 

Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 1. Persentase kemiskinan Indonesia pada tahun 2012-2019

 

            Menurut target pemerintah yang ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019, persentase yang tertera pada gambar 1 masih belum memenuhi target walaupun setiap tahun Indonesia mengalami penurunan pada persentase kemiskinannya. Dalam RPJMN 2015-2019, target yang ditetapkan pemerintah adalah sebesar 7-8 persen untuk tingkat kemiskinan pada tahun 2019. Sedangkan Indonesia masih menduduki angka kemiskinan sebesar 9,41 persen pada tahun 2019 yang berarti masih belum dapat memenuhi target RPJMN tersebut.

            Salah satu provinsi dengan angka kemiskinan yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia adalah Provinsi Maluku. Maluku menempati wilayah seluas 712.480 km2, dimana sekitar 92,4% berupa laut dan 7,6% berupa daratan. Tidak hanya sebagai daerah dengan potensi kelautan yang tinggi, Maluku selalu dikenal sebagai daerah yang kaya akan rempah-rempah. Maluku juga berada di jalur internasional yang dilintasi tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yakni posisi ini meripakan posisi strategis yang penting di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi.

Meski diberkahi potensi sumber daya dan letak geografis yang strategis, angka kemiskinan Maluku masih tergolong tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2020, persentase penduduk miskin di Maluku berada di posisi ke 4 tertinggi dibandingkan 33 provinsi lainnya di Indonesia yakni sebesar 17,99 persen (Gambar 2). Persentase ini lebih tinggi secara absolut sebesar 7,8 persen dibandingkan persentase kemiskinan nasional yakni 10,19 persen. Hal ini tentu saja membuat kegelisahan untuk pemerintah Maluku karena angka kemiskinan daerah ini yang mencapai hamper 2 kali lipat dari angka kemiskinan nasional.

 


Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 2. Persentase kemiskinan Indonesia menurut provinsi pada tahun 2020

Sesungguhnya, mengetahui akar masalahnya dan mengambil tindakan secara cepat dan tepat dapat memecahkan hampir semua masalah ekonomi. Menurut Bank Dunia (1997), penyebab kemiskinan dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang, lokasi geografis, jenis kelamin, etnis, dan status keluarga. Menurut Kuncoro (1997). Kemiskinan diakibatkan oleh perbedaan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang buruk mengakibatkan produktivitas rendah, yang mengarah pada upah yang lebih rendah. Rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung. Adanya diskriminasi, atau karena keturunan menjadi beberapa penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia. Menurut Bank Dunia (2013), pendidikan adalah salah satu alat yang paling efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan pembangunan serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pendidikan sebagai modal yang dimiliki manusia merupakan ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur kapasitas seseorang dalam memperbaiki kehidupannya (Neilson, C ., Dante Contreras, Ryan Cooper, & Jorge Hermann, 2008). Menurut UNESCO-APPEAL (1998) dalam Carm, E ., Eldrid Mageli, Linken Nyman B ., dan Robert Smith (2003), pendidikan dapat menjadi instrumen yang efektif sebagai cara untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan membekali seorang individu dengan keterampilan keaksaraan, berhitung, komunikasi, pemecahan masalah, dan pekerjaan produktif. Pendidikan dapat meningkatkan modal manusia, lalu diimbangi dengan meningkatnya produktivitas tenaga kerja, pendapatan, dan konsumsi. Ini mencerminkan bahwa pembangunan modal manusia (human capital) melalui pendidikan merupakan determinan penting untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

Komentar