Banjir Kota Ambon Kian Membaik, Apakah Ada Kaitannya dengan Iklim?

Banjir merupakan masalah serius bagi banyak negara di dunia. Di negara tropis seperti Indonesia, banjir biasanya disebabkan oleh curah hujan di atas rata-rata, sehingga sistem drainase sungai alami dan anak-anak sungainya, serta saluran drainase dan saluran penyimpanan buatan, tidak dapat menahan akumulasi air hujan dan menimbulkan luapan air yang menutupi wilayah tersebut. Kondisi ini memungkinkan masyarakat untuk terpaksa menghadapi risiko banjir di saat iklim sedang ekstrim ataupun saat terjadi perubahan iklim.

Fenomena perubahan iklim ini telah dibuktikan oleh para ahli yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Perubahan iklim akibat pemanasan global atau  global warming sudah bukan isue lagi, namun sudah menjadi kenyataan, yang dampaknya sudah dapat dirasakan bersama. Berdasarkan Laporan IPCC (2007) disebutkan bahwa perubahan iklim ditandai dengan adanya perubahan beberapa paramer iklim atau kejadian, antara lain: a) perubahan suhu permukaan bumi, b) perubahan curah hujan, c) perubahan pada kejadian cuaca ekstrim, d) perubahan tutupan es/salju, e) perubahan tinggi muka laut. Perubahan iklim telah mengakibatkan terjadinya pergeseran musim dan perubahan sistem hidrologi yang berdampak pada meningkatnya intensitas banjir, menghangatnya suhu di laut (IPCC, 2007), perubahan ekosistem di laut serta meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi di kawasan pesisir (Hidayati et al., 2011).

Provinsi Maluku terdiri dari 9 kabupaten, 2 kotamadya, 118 kecamatan, 35 kelurahan, dan 1.200 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 1.842.933 jiwa dengan total luas wilayah  46.914,03 km² dengan ibukotanya yakni kota Ambon, juga memiliki permasalahan dengan bencana alam yakni banjir terkhusus di ibukotanya. Kota Ambon sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku sekaligus pusat perdagangan, pelabuhan dan pariwisata, dengan jumlah total 50 desa/kelurahan yang dimiliki menjadi tujuan utama kegiatan masyarakat di Maluku. Pada tahun 2020, penduduk kota Ambon tercatat sebanyak 347.288 jiwa (BPS, 2020). Hal ini mempengaruhi kebutuhan lahan untuk perumahan, memaksa penduduk untuk tinggal lebih banyak di luar kota, yakni di antaranya di lereng bukit dan tepi sungai. Dampak dari lokasi-lokasi tempat tinggal ini ialah sangat berisiko tinggi terkena banjir karena dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS).

            Namun data membuktikan bahwa dalam kurun 6 tahun terakhir, frekuensi terjadinya bencana alam mengalami penurunan terkhususnya untuk bencana alam banjir di Kota Ambon. Tercatat di tahun 2014, masih terjadi bencana alam banjir di 40 desa/kelurahan dan pada 4 tahun berikutnya terjadi penurunan sebanyak 13 desa/kelurahan sehingga hanya 27 desa/kelurahan yang terkena dampak banjir. Pada tahun 2021 terjadi penurunan yang cukup pesat yakni menjadi 4 desa/kelurahan yang terkena dampak banjir. Hal ini juga didukung pada diagram setelahnya yaitu terdapat kenaikan jumlah desa/kelurahan yang tidak terjadi bencana alam di Maluku yakni dari 619 desa/kelurahan pada tahun 2014, naik menjadi 798 desa/kelurahan pada tahun 2021. 

Komentar